Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesehatan Mental : Waspadai, Burnout Mengintai Siapa Saja

/p>

Pernahkah Anda mulai merasakan tidak nyaman di tempat kerja?

Pekerjaan adalah ladang ibadah. Mungkin Anda masih ingat sewaktu pertama kali bekerja begitu antusias dan bersemangat , tetapi  kini berubah seperti monster yang menggerogoti semangat hidup.  

Anda pernah mendengar istilah burnout? Burnout pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikolog bernama Herbert Freudenberger pada tahun 1974, yang mendefiniskan burnout sebagai kelelahan yang disebabkan pekerjaan.

Isu burnout tidak hanya merebak di negara maju yang etos kerjanya sangat tinggi, tetapi sudah menjadi fenomena global, termasuk Indonesia.

Apakah Anda mengalami burnout? Apa yang sudah Anda lakukan untuk mengatasinya? Atau justru  pasrah  sambil berharap keajaiban akan mengentaskan Anda dari kondisi tersebut?

Bagaimana Tanda-Tanda Burnout?

Tempat kerja adalah rumah kedua yang seharusnya memberikan suasana riang gembira. Antusiasme kerja akan terjalin jika suasana kerja penuh keakraban dan jauh dari saling benci dan curiga. Selama kurang lebih delapan jam menghabiskan waktu di tempat kerja, tentu sangat menyita energi dan pikiran.

Burnout adalah masalah mental, tetapi dampaknya mempengaruhi segala aspek performa Anda. Baik secara fisik, psikis dan perilaku Anda akan terlihat berbeda. Jika semula Anda terlihat gagah tegap dan penuh percaya diri, begitu Anda mengalami burnout semua itu akan lenyap. Anda akan telihat lesu, tidak bergairah, mudah sakit, mudah lelah dan bahkan mudah marah-marah.

Penyebab Burnout

1.       Faktor organisasi

Pentingnya membangun budaya organisasi yang sehat dan mengedepankan profesionalisme akan mengurangi terjadinya burnout. Sebaliknya budaya organisasi yang buruk akan meningkatkan karyawan yang mengalami burnout. Berikut ini beberapa contoh budaya organisasi yang tidak sehat:

·  Hubungan yang kurang harmonis antara atasan dan bawahan atau sesama staf. Ketidakharmonisan itu bisa terjadi ketika komunikasi dua arah tidak terjalin baik dan seimbang.

·    Pendelegasian tugas yang tidak tepat dan merata. Seorang atasan memang memiliki hak prerogratif untuk memilih siapa pun untuk melaksanakan tugas, tetapi perlu mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang ada. Beban kerja akan sangat mempengaruhi kesehatan mental karyawan.

2.       Faktor Sumber daya manusia

Cobalah lakukan riset kecil-kecilan di lingkungan kerja Anda, karyawan yang bekerja di sana di dominasi oleh generasi apa? Apakah generasi baby boomers (yang lahir tahun 1946-1964), generasi X (yang lahir tahun 1965-1976), generasi Y (yang lahir tahun 1977-1994), generasi Z (yang lahir tahun 1995-2010. Generasi mana yang paling mendominasi di tempat Anda?

Jaman dahulu semakin tua semakin berilmu, semakin berpengalaman dan semakin pandai. Tetapi dunia sudah berubah. Fenomena yang terjadi sekarang adalah yang muda adalah yang menjadi juara.

Suka tidak suka saat ini sebuah organisasi yang didominasi anak muda terlihat lebih gesit dan lebih responsif. Generasi yang lebih tua akan tertatih dan terpinggirkan. Jika tidak memiliki kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual yang lebih tebal bisa-bisa burnout akan melanda generasi yang lebih tua.

3.       Faktor Kemajuan Teknologi Informasi

Kesenjangan kemampuan dalam bekerja tidak melulu kesalahan generasi  yang lebih tua, tetapi situasi jaman yang tidak memihak mereka. Jika Anda adalah bagian dari generasi baby boomers atau generasi X dihadapkan pada pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan teknologi informasi, Anda bisa apa?

Jika Anda adalah bagian dari generasi itu, dan Anda adalah petarung tangguh, lalu berusaha mengimbangi generasi Z, apakah Anda akan bisa mendekati level generasi Z? Ada sebuah ungkapan yang mengatakan ‘usaha tidak mengkhianati hasil’, tapi percayalah bahwa ungkapan itu tidak cocok untuk situasi ini..he..he..Anda akan tetap ketinggalan jauh. Ketidakberdayaan Anda mengimbangi generasi Z, jika tidak disikapi dengan kedewasaan bisa-bisa membuat uban bertambah cepat.

4.       Faktor Internal

Setiap karyawan adalah individu yang memiliki latar belakang unik dan berbeda. Kepribadian setiap karyawan sangat berpengaruh terhadap kesehariannya dalam bekerja. Karyawan yang memiliki kepribadian ekstrovert cenderung lebih berenergi ketika bertemu dengan orang lain, riang, supel dan pandai bicara.

Seorang karyawan berkepribadian ekstrovert cenderung tidak peduli dengan apapun  seperti kegagalan. Bagi mereka kegagalan adalah hal biasa dan tidak perlu terlalu lama dipikirkan.

Karyawan yang berkepribadian introvert cenderung mengisi ulang energi dari dalam dirinya sendiri, tidak suka bertemu banyak orang dan cenderung menarik diri. Karyawan introvert menganggap kegagalan adalah sebuah hal yang nemalukan dan menyakitkan.

Bagi Anda si ekstrovert mungkin tidak akan mengalami suasana burnout, ataupun jika pernah mengalami, situasinya tidak akan seburuk si introvert.



Cara Mengatasi Burnout Agar Tidak Menjadi Bumerang

·   Jangan biarkan burnout menghantui Anda. Bagaimanapun Anda sendirilah yang memiliki kuasa atas diri Anda setelah Tuhan. Maka jangan lupa terus mengharapkan pertolongan Tuhan untuk mengatasi beban mental yang Anda alami.

·   Meningkatkan ketrampilan berkomunikasi, agar terjadi harmonisasi dalam semua relasi pertemanan Anda. Seringkali kesalahpahaman dalam berkomunikasi dapat menyebabkan permusuhan. Oleh karena itu jalin komunikasi dengan semangat saling menghormati.

·  Meningkatkan kemampuan menata waktu (manajemen waktu) agar pekerjaan bisa dilaksanakan dengan baik dan tepat waktu. Mintalah bantuan teman jika Anda mengalami kendala dalam pekerjaan.

·      Menjaga relasi yang harmonis dengan keluarga. Bagaimanapun juga keluarga adalah rumah pertama setelah kantor, oleh karena itu Anda harus menghargai orang-orang yang tinggal di rumah Anda. Bercengkrama dan meluangkan waktu bersama adalah obat untuk melunturkan burnout yang mulai melanda.

·        Perlunya Anda kembali menggeluti hobi atau kesukaan yang mungkin pernah Anda lakukan di saat remaja dulu. Bisa jadi itu bisa menjadi cara untuk  mengecharge kembali semangat dan energi yang sempat loyo akibat burnout.

·        Melakukan diskusi dengan atasan dan teman sejawat terkait berbagai kendala yang mungkin dialami selama melaksanakan tugas. Situasi sulit umumnya bisa dikendalikan dengan semangat kebersamaan dan gotong royong, jadi jangan ragukan hal itu.

·  Secara berkala melakukan me time. Luangkan waktu sejenak untuk diri sendiri.Membaca buku toko buku favorit, mojok di kafe sambil menikmati secangkir kopi, pergi mancing, nonton bioskop atau sekedar nongkrong di tepi pantai atau mendaki gunung. Pilihlah me time yang benar-benar bisa membuat Anda menjadi manusia merdeka, meski hanya sejenak he..he.

·    Konsultasi dengan Ahli jika Anda benar-benar merasa sudah tidak mampu lagi mengatasi burnout yang Anda rasakan. Terkadang rasa frustasi dan lelah kerja yang Anda rasakan hanya karena ketiadaan orang lain yang mampu menjadi pendengar yang baik atas curhatan Anda. Seorang ahli nantinya akan memberikan alternatif pemecahan masalah Anda.

·   Bertekad untuk selalu gigih menghadapi tantangan, apalagi jika Anda masih muda dan berpotensi untuk meraih kesuksesan di masa depan.

Masalah burnout tidak bisa dianggap ringan, karena dampaknya bisa menggerogoti fisik dan mental seseorang. Semua pihak harus bekerja sama dalam kapasitas masing-masing untuk mengikis burnout, agar karyawan bisa bekerja secara optimal dan organisasi akan semakin solid dan produktif.


Posting Komentar untuk "Kesehatan Mental : Waspadai, Burnout Mengintai Siapa Saja"