Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sumber Energi Tidak Hanya Nasi : 5 Alasan Memutus Ketergantungan Pada Beras Sebagai Makanan Pokok

Oleh : Woro Merdekawati


Manusia membutuhkan energi yang cukup untuk menjalankan aktivitas. Salah satu sumber energi itu adalah makanan yang dikonsumsi setiap hari. Nasi adalah sumber energi utama, sebagai makanan pokok orang Indonesia dan belahan dunia lainnya. Nasi dikenal sebagai sumber karbohidrat yang paling disukai orang Indonesia. Sebagian masyarakat menjadikan nasi sebagai makanan pokok sarapan, makan siang, makan sore atau malam. Bahkkan ada guyonan yang mengatakan “tidak makan nasi serasa tidak makan. No Nasi No Party!”

Padahal orang jaman dulu memandang nasi sebagai satu-satunya sumber energi. Tentu masih lekat dalam ingatan bagaimana warga lokal sangat baik dalam beradaptasi dengan iklim dan cuaca setempat. Wilayah yang musim hujannya jarang memilih jagung, sagu, singkong sebagai makanan pokok. Madura dulu terkenal makanan pokoknya jagung, orang Papua, Maluku dan NTT makanan pokoknya sagu. Wilayah pegunungan di Jawa yang sulit air lebih memilih menanam singkong lalu membuatnya gaplek (bahan dasar tiwul).

Perubahan pandangan bahwa makan nasi lebih bergengsi daripada jagung, sagu, dan tiwul membuat makanan pokok selain nasi mulai tergeser hingga semakin menghilang dari meja makan. Anak-anak sekarang tentu mengenal tiwul atau jagung hanya sebagai makanan kudapan, padahal dulu merupakan makanan pokok yang kedudukannya sejajar dengan nasi.

Seiring waktu dengan pertambahan jumlah penduduk,membuat kebutuhan akan beras semakin meningkat. Beberapa tahun yang lalu terjadi kelangkaan beras di pasaran, sehingga harga beras menjadi mahal. Kemudian Pemangku kebijakan mulai sadar bahwa membiarkan masyarakat terlalu bergantung pada beras bukanlah pilihan bijak. Mulailah kampanye makan sumber karbohidrat selain beras. Kampanye diversifikasi pangan ini lumayan berhasil dengan mulai menurunnya konsumsi beras sebagai makanan pokok dan beralih pada non beras sebagai sumber makanan pokok.

Kalau dilihat dalam tabel di bawah ini menunjukkan konsumsi beras  sebesar 92,1 kg/kapita/tahun, terpaut jauh lebih besar dibanding komoditi pangan (makanan pokok) lainnya. Hal ini menunjukkan kalau beras masih menjadi makanan pokok primadona dan takkan tergantikan.

Tabel Konsumsi Komoditi Pangan (Makanan Pokok) Tahun 2024

Nama Komoditi

Konsumsi pangan

Satuan

Beras

92,1

Kg/kap/tahun

jagung

1,5

Kg/kap/tahun

Terigu

16,1

Kg/kap/tahun

Umbi-umbian

15

Kg/kap/tahun

Sumber: Badan Pangan Nasional

 


5 Alasan Mengapa Perlu Mengurangi Ketergantungan pada Beras

Selain untuk mengantisipasi kelangkaan beras akibat gagal panen, perlunya mengurangi ketergantungan pada beras memang perlu terus dikampanyekan. Berikut ini alasan mengapa perlu mengurangi ketergantungan pada beras.

1. Isu kesehatan

Siapapun yang pernah mendengar penyakit  diabetes pasti menyalahkan nasi putih sebagai salah satu makanan yang memicu gula darah naik. Beras putih sebagai bahan baku nasi putih memiliki indeks glikemik 72, tergolong tinggi, dan bisa menyebabkan penyakit diabetes tipe 2 jika dikonsumsi berlebihan.

Pada tahun 2024 jumlah penderita diabetes di Indonesia sudah mencapai 20 juta orang. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pola makan tidak seimbang  dan gaya hidup masyarakat yang cenderung kurang melakukan aktifitas fisik seperti olahraga.

Proporsi kebutuhan zat gizi makro orang Indonesia sekitar 55-60% dari karbohidrat, 10 -15% protein dan 25-30% dari lemak. Karbohidrat yang dianjurkan dikonsumsi adalah karbohidrat kompleks seperti beras merah, jagung, gandum utuh, biji-bijian, buah-buahan dan sayuran.

Dalam prakteknya, hanya sedikit orang yang mengonsumsi beras merah dibanding dengan beras putih karena rasa beras putih lebih enak. Ini yang harus selalu diingatkan kepada masyarakat bahwa sumber karbohidrat itu tidak hanya nasi putih, sehingga pola pikir “belum merasa makan kalau belum makan nasi” segera diluruskan bahwa pola pikir seperti itu tidak tepat.

2. Ketahanan Pangan

Ketergantungan pada beras putih sebagai sumber makanan pokok tidaklah bijak. Banyak  komoditi pangan yang memiliki fungsi sebagai sumber makanan pokok yang tersedia di Indonesia, seperti jagung, umbi-umbian, singkong.  Jika hanya menggantungkan pada satu komoditi pangan saja (beras putih) bisa menyebabkan krisis  ketahanan pangan apabila terjadi gangguan anomal iklim atau cuaca yang mengganggu produksi beras.

Ketersediaan pangan dalam sebuah keluarga atau individu akan berpengaruh terhadap kesehatan. Pangan yang cukup membuat masyarakat bisa bekerja maksimal, tidak mudah sakit karena daya tahan  tubuh ditopang asupan gizi yang cukup.

3.  Menjaga  Keanekaragaman Pangan Lokal Terus Terpelihara

Indonesia yang luas ini memiliki kekayaan budaya makan yang beraneka ragam. Pangan lokal yang bersumber dari kearifan lokal berbanding lurus dengan potensi wilayah. Potensi produksi pangan setiap wilayah berbeda, dipengaruhi letak geografis setempat.

Komoditi pangan lokal yang sudah sangat dikenal antara lain: jagung, talas, gembili, ubi jalar, singkong, sukun, suweg, ganyong, sagu, kentang. Dengan mengurangi ketergantungan pada beras akan meningkatkan konsumsi komoditi pangan lokal sebagai sumber energi (makanan pokok).

Mendorong produksi komoditi pangan lokal lebih banyak, sehingga tujuan diversifikasi pangan akan berhasil, dan komoditi pangan lokal tetap eksis dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Saat ini bahan pangan lokal seperti jagung dan umbi-umbian belum sepenuhnya kembali menjadi subtitusi nasi. Makanan lokal seringnya dimakan sebagai kudapan. Padahal potensinya besar mennjadi makanan pokok. Nasi jagung, nasi tiwul, mie berbahan tepung umbi-umbian adalah produk unggulan bahan pangan lokal.

4. Mengurangi Beban Impor

Jika konsumsi beras dikurangi akan membantu mengurangi impor, sehingga bisa menghemat devisa negara, karena tidak perlu membeli beras dengan valuta asing. Selain itu dengan mengurangi impor, pemerintah punya dana lebih banyak untuk memberi insentif pada petani melalui subsidi pupuk, teknologi pertanian dan infrastruktur irigasi.  Jadi bagi masyarakat, mengurangi konsumsi beras juga sudah membantu pemerintah lho..

5. Menjaga Lingkungan dan Sumber Daya Alam



Dengan mengurangi ketergantungan pada konsumsi beras dan beralih pada sumber energi lain seperti jagung, singkong, ubi, talas, maka dapat membantu mengurangi frekuensi penanaman padi. Padi yang ditanam tanpa jeda (sepanjang musim) justru akan merusak lahan pertanian hingga menjadi lahan kriitis, membutuhkan air (irigasi) yang banyak, penggunaan pestisida bertambah banyak yang malah dapat merusak ekosistem sekitar, hama semakin resisten.  Ini bukan isapan jempol belaka, namun benar-benar terjadi, akibat penanaman padi tanpa jeda atau  diselingi palawija, menyebabkan kuantitas dan kualitas hasil penen kurang bagus.

Mengurangi ketergantungan pada beras bukan berarti mengesampingkan arti penting nasi sebagai hidangan utama sehari-hari. Bukan pula bermaksud mengdegradasi peran nasi dalam tingkat politik, ekonomi, sosial budaya dan filsafat. Tetapi dengan mengurangi ketergantungan pada beras akan mendorong proses diversifikasi pangan.

Dengan suksesnya diversifikasi pangan, negara akan lebih siap menghadapi masalah perubahan iklim global yang menyebabkan produksi beras merosot, jumlah di pasaran langka dan ujung-ujungnya harga beras mahal. Rakyat yang sudah sadar pentingnya mengolah makanan pokok selain nasi sebagai sumber energi akan meningkat. Ujung-ujungnya konsumsi makanan bersumber karbohidrat sehat (karbohidrat kompleks yang kaya serat) semakin banyak dan masyarakat semakin sehat.



Posting Komentar untuk "Sumber Energi Tidak Hanya Nasi : 5 Alasan Memutus Ketergantungan Pada Beras Sebagai Makanan Pokok"